Tetapi tanah air kita
Indonesia hanya satu bahagian kecil saja daripada dunia !
Ingatlah akan hal ini
!
Gandhi berkata : “
Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan,
My nationalism is humanity”.
Kita bukan saja harus
mendirikan Negara Indonesia merdeka, tetapi harus menuju pula kepada
kekeluargaan bangsa-bangsa. Inilah filosofisc principle yang nomor dua, yang
boleh saya namakan “internasionalisme”.
Tetapi jikalau saya
katakan internsionalisme, bukanlah saya bermaksud kosmopolitanisme, yang tidak
mau adanya kebangsaan .
(Soekarno, 1 Juni
1945)
---
Semua manusia dipandang setara dan bersaudara, yang
mengharuskan untuk menghormati kemanusiaan universal serta mengembangkan tata
pergaulan dunia yang adil dan beradab. Sebagai titik
silang antarbenua, antaesamudera, dan antaraperadaban, Indonesia sejak lama dipengaruhi dan memengaruhi realitas global, dan oleh karena itu, tidak bisa melepaskan diri dari komitmen kemanusiaan universal. Komitmen perjuangan kemanusiaan ini secara ideal bersifat universal, namun pelaksanaannya secara historis-sosiologis bersifat particular.
silang antarbenua, antaesamudera, dan antaraperadaban, Indonesia sejak lama dipengaruhi dan memengaruhi realitas global, dan oleh karena itu, tidak bisa melepaskan diri dari komitmen kemanusiaan universal. Komitmen perjuangan kemanusiaan ini secara ideal bersifat universal, namun pelaksanaannya secara historis-sosiologis bersifat particular.
Dengan demikian, komitmen untuk
menjunjung tinggi kemanusiaan universal (humanity) yang adil dan beradab itu
mengandung implikasi ganda. Di satu sisi, seperti diungkapkan oleh Soekarno,
“kebangsaan yang kita anjurkan bukan
kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme”, melainkan “kebangsaan yang
menuju kekeluargaan bangsa-bangsa” (internaionalisme). Di sisi lain,
nilai-nilai kemanusiaan universal itu hanyalah bermaksa sejauh bias dibumikan
dalam konteks sosio-historis partikularitas bangsa-bangsa yang heterogen
sifatnya.
---
Ditempa oleh alam kepulauan yang
dikepung lautan, nenek moyang bangsa Indonesia menanggapi tantangan
lingkungannya dengan mengembangkan keahlian berlayar, bermula dari pelayaran
antarpulau hingga antarsamudera. Berkaitan dengan hal itu, posisi strategis
geografi Nusantara dengan kekayaan alamnya menjadikan faktor yang menarik
kedatangan berbagai arus peradaban dunia.
Hubungan lalu lintas selama
berabad-abad telah mengangkat tiga suku bangsa yang memimpin, Melayu , Bugis,
Jawa, sampai menjadi bangsa-bangsa yang sangat istimewa. Mereka masing-masing
secara khusus mengembangkan salah satu dari kecenderungan besar sifat manusia :
orang Melayu adalah pedagang yang giat dan pemukin-pemukim yang tangguh, orang
Bugis mewakili kepahlawanan, orang Jawa lebih dari bangsa lain dalam
menciptakan pertanian.
Sebagai pemula dalam penjelajahan
samudera, dan sebagai keuatan maritim yang jaya pada saat perhubungan antarbenua berbasis laut,
bias dikatakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia merupakan perintis dari
“globalisasi purba” ( archaic globalization).
Arus peradaban tidaklah bergerak
satu arah, namun perjumpaan anatarperadaban ini membawa proses saling belajar.
Melalui proses persilangan budaya dan perdagangan, terjadilah arus masuk nilai-nilai
budaya dan agama semasa ke Nusantara, terutama India, Arab, Persia, China, dan
Eropa.
Pengaruh Indianisasi (Hindu-Buddha)
mulai dirasakan pada abad ke – 5, bersama kemunculan dua kerajaan terkenal,
Kerajaan Mulawarman di Kalimantan Timur dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa
Barat, yang kemudian berkembang secara luas dan pada abad ke – 15, terutama di
Sumatra, Jawa dan Bali, struktur konsentris kosmologi India berpengaruh pada
mentalitas orang-orang di wilayah tersebut.
Pengaruh islamisasi mulai dirasakan
secara kuat pada abad ke – 13 dengan kemunculan kerajaan-kerajaan Islam awal
seperti kerajaan Samudera Pasai di sekitar Aceh. Secara cepat pengaruh Islam
meluas dari ujung barat Nusantara ke
bagian timur, yang sebelumnya dipengaruhi Hindu-Buddha. Kehadiran Islam
membawa perubahan penting dalam pandangan dunia dan etos masyarakat Nusantara.
Pengaruh China hampir bersamaan dan
saling meresapi pengaruh Islam, pada abad ke -14. Kehadiran China berperan
penting dalam memperkenalkan dan mengembangkan teknik produksi berbagai
komoditi, pemanfaatan laut untuk perikanan, perlengkapan perdagangan, gaya
hidup, serta keterlibatan ulama keturunan China dalam proses Islamisasi. Pada
abad ke – 16, pengaruh Belanda membawa mentalitas modern yang telah dibuka oleh
pengaruh Islam menuju perkembangan yang lebih luas dan dalam.
---
Radjiman Widiodiningrat selaku
ketua BPUPKI, mengemukakan pentingnya memuliakan nilai kegotong-royongan baik
dalam kekeluargaan sesama bangsa Indonesia maupun dala kekeluargaan antarbangsa.
Pandangan Radjiman itu mendapat peneguhan dalam persidangan BPUPKI. Sejak hari
pertama (29 Mei), Muhammad Yamin telah menyebutkan soal tujuan kemerdekaan
dengan salah satu dasarnya ialah “kemanusiaan” (Internsionalisme).
Soekarno
mengingatkan bahwa “kebangsaan yang kita
anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme”, melainkan
“kebangsaan yang menuju kekeluargaan bangsa-bangsa” (internaionalisme).
Prisnsip inilah yang dia namakan “perikemanusiaan” atau “internasionalisme”. “Internasionalisme” tidak dapat hidup subur
kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat
hidup subur, kalau tidak hidup dalam tamansarinya internsionalisme.
Dalam
rancangan Pembukaan UUD yang disusun oleh Panitian Sembilan, peletakan prinsip
internsionalisme (perikemanusiaan) sebagai dasar Negara itu sama seperti dalam
pidato Soekarno, yakni sebagai prinsip
(sila) kedua dari Pancasila. Kata “kemanusiaan” diberi kualifikasi dengan kata
sifat “ adil” dan “beradab”, sehingga rumusan selengkapnya menjadi “
Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Dengan kesadaran eratnya hubungan
antara nasionalisme dengan internsionalisme, orientasi kemanusiaan yang adil
dan beradab itu bersifat ganda : “keluar” (ikut memperjuangkan perdamaian dan
keadilan dunia) dan ke “dalam” (memuliakan hak-hak asasi manusia, sebagai
individu maupun kelompok).
Kesadaran akan pentingnya
internsionalisme sebagai wahana saling belajar dan saling membantu dalam
kebaikan serta luasnya wawasan internasional para pendiri bangsa tampak pada
penyusunan rancangan UUD. Sejauh berkaitan dengan prinsip kemanusiaan (
internsionalisme), dalam rancangan (akhir) UUD yang disusun pada masa
persidangan kedua ( 10-17 Juli 1945), internsionalisme diakomodasi dalam bentuk
usaha mewujudkan kedaulatan negara dalam pergaulan internasional serta
kedaulatan rakyat dengan menjunjung tinggi HAM.
Kesimpulan
Sila kemanusiaan yang adil dan
beradab, apabila digali, merupakan visi bangsa Indonesia yang mengandung begitu
banyak nilai manusiawi yang bisa dijadikan pegangan dalam mengantisipasi
tantangan globalisasi.
Pancasila seharusnya dijadikan
sebagai prinsip pemberadaban manusia dan bangsa Indonesia. Masalah-masalah
nasional yang menentukan jalannya sejarah bangsa Indonesia sepatutnya
dipertanyakan dan direfleksikan dalam kerangka Pancasila, terutama sila kedua
ini.
Oleh karena itu, kita sebagai
penerus bangsa harus menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Pancasila dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama sila “Kemanusiaan yang adil
dan beradab”, agar masa depan bangsa Indonesia bisa tercapai dengan apa yang dicita-citakan
bersama.
Sekian,
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa pendapat anda ?