Selasa, 19 Maret 2013

Kemanusiaan Universal



Tetapi tanah air kita Indonesia hanya satu bahagian kecil saja daripada dunia !
Ingatlah akan hal ini !
Gandhi berkata : “ Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan,
 My nationalism is humanity”.
Kita bukan saja harus mendirikan Negara Indonesia merdeka, tetapi harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa. Inilah filosofisc principle yang nomor dua, yang boleh saya namakan “internasionalisme”.
Tetapi jikalau saya katakan internsionalisme, bukanlah saya bermaksud kosmopolitanisme, yang tidak mau adanya kebangsaan .
(Soekarno, 1 Juni 1945)
                ---
Semua manusia  dipandang setara dan bersaudara, yang mengharuskan untuk menghormati kemanusiaan universal serta mengembangkan tata pergaulan dunia yang adil dan beradab. Sebagai titik
silang antarbenua, antaesamudera, dan antaraperadaban, Indonesia sejak lama dipengaruhi dan memengaruhi realitas global, dan oleh karena itu, tidak bisa melepaskan diri dari komitmen kemanusiaan universal. Komitmen perjuangan kemanusiaan ini secara ideal bersifat universal, namun pelaksanaannya secara historis-sosiologis bersifat particular.
Dengan demikian, komitmen untuk menjunjung tinggi kemanusiaan universal (humanity) yang adil dan beradab itu mengandung implikasi ganda. Di satu sisi, seperti diungkapkan oleh Soekarno, “kebangsaan  yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme”, melainkan “kebangsaan yang menuju kekeluargaan bangsa-bangsa” (internaionalisme). Di sisi lain, nilai-nilai kemanusiaan universal itu hanyalah bermaksa sejauh bias dibumikan dalam konteks sosio-historis partikularitas bangsa-bangsa yang heterogen sifatnya.
                ---
Ditempa oleh alam kepulauan yang dikepung lautan, nenek moyang bangsa Indonesia menanggapi tantangan lingkungannya dengan mengembangkan keahlian berlayar, bermula dari pelayaran antarpulau hingga antarsamudera. Berkaitan dengan hal itu, posisi strategis geografi Nusantara dengan kekayaan alamnya menjadikan faktor yang menarik kedatangan berbagai arus peradaban dunia.
Hubungan lalu lintas selama berabad-abad telah mengangkat tiga suku bangsa yang memimpin, Melayu , Bugis, Jawa, sampai menjadi bangsa-bangsa yang sangat istimewa. Mereka masing-masing secara khusus mengembangkan salah satu dari kecenderungan besar sifat manusia : orang Melayu adalah pedagang yang giat dan pemukin-pemukim yang tangguh, orang Bugis mewakili kepahlawanan, orang Jawa lebih dari bangsa lain dalam menciptakan pertanian.
Sebagai pemula dalam penjelajahan samudera, dan sebagai keuatan maritim yang jaya pada  saat perhubungan antarbenua berbasis laut, bias dikatakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia merupakan perintis dari “globalisasi purba” ( archaic globalization).
Arus peradaban tidaklah bergerak satu arah, namun perjumpaan anatarperadaban ini membawa proses saling belajar. Melalui proses persilangan budaya dan perdagangan, terjadilah arus masuk nilai-nilai budaya dan agama semasa ke Nusantara, terutama India, Arab, Persia, China, dan Eropa.
Pengaruh Indianisasi (Hindu-Buddha) mulai dirasakan pada abad ke – 5, bersama kemunculan dua kerajaan terkenal, Kerajaan Mulawarman di Kalimantan Timur dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, yang kemudian berkembang secara luas dan pada abad ke – 15, terutama di Sumatra, Jawa dan Bali, struktur konsentris kosmologi India berpengaruh pada mentalitas orang-orang di wilayah tersebut.
Pengaruh islamisasi mulai dirasakan secara kuat pada abad ke – 13 dengan kemunculan kerajaan-kerajaan Islam awal seperti kerajaan Samudera Pasai di sekitar Aceh. Secara cepat pengaruh Islam meluas dari ujung barat Nusantara ke  bagian timur, yang sebelumnya dipengaruhi Hindu-Buddha. Kehadiran Islam membawa perubahan penting dalam pandangan dunia dan etos masyarakat Nusantara.
Pengaruh China hampir bersamaan dan saling meresapi pengaruh Islam, pada abad ke -14. Kehadiran China berperan penting dalam memperkenalkan dan mengembangkan teknik produksi berbagai komoditi, pemanfaatan laut untuk perikanan, perlengkapan perdagangan, gaya hidup, serta keterlibatan ulama keturunan China dalam proses Islamisasi. Pada abad ke – 16, pengaruh Belanda membawa mentalitas modern yang telah dibuka oleh pengaruh Islam menuju perkembangan yang lebih luas dan dalam.
---
Radjiman Widiodiningrat selaku ketua BPUPKI, mengemukakan pentingnya memuliakan nilai kegotong-royongan baik dalam kekeluargaan sesama bangsa Indonesia maupun dala kekeluargaan antarbangsa. Pandangan Radjiman itu mendapat peneguhan dalam persidangan BPUPKI. Sejak hari pertama (29 Mei), Muhammad Yamin telah menyebutkan soal tujuan kemerdekaan dengan salah satu dasarnya ialah “kemanusiaan” (Internsionalisme).
                Soekarno mengingatkan bahwa “kebangsaan  yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme”, melainkan “kebangsaan yang menuju kekeluargaan bangsa-bangsa” (internaionalisme). Prisnsip inilah yang dia namakan “perikemanusiaan” atau “internasionalisme”.  “Internasionalisme” tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam tamansarinya internsionalisme.
                Dalam rancangan Pembukaan UUD yang disusun oleh Panitian Sembilan, peletakan prinsip internsionalisme (perikemanusiaan) sebagai dasar Negara itu sama seperti dalam pidato Soekarno, yakni  sebagai prinsip (sila) kedua dari Pancasila. Kata “kemanusiaan” diberi kualifikasi dengan kata sifat “ adil” dan “beradab”, sehingga rumusan selengkapnya menjadi “ Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Dengan kesadaran eratnya hubungan antara nasionalisme dengan internsionalisme, orientasi kemanusiaan yang adil dan beradab itu bersifat ganda : “keluar” (ikut memperjuangkan perdamaian dan keadilan dunia) dan ke “dalam” (memuliakan hak-hak asasi manusia, sebagai individu maupun kelompok).
Kesadaran akan pentingnya internsionalisme sebagai wahana saling belajar dan saling membantu dalam kebaikan serta luasnya wawasan internasional para pendiri bangsa tampak pada penyusunan rancangan UUD. Sejauh berkaitan dengan prinsip kemanusiaan ( internsionalisme), dalam rancangan (akhir) UUD yang disusun pada masa persidangan kedua ( 10-17 Juli 1945), internsionalisme diakomodasi dalam bentuk usaha mewujudkan kedaulatan negara dalam pergaulan internasional serta kedaulatan rakyat dengan menjunjung tinggi HAM.
Kesimpulan
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, apabila digali, merupakan visi bangsa Indonesia yang mengandung begitu banyak nilai manusiawi yang bisa dijadikan pegangan dalam mengantisipasi tantangan globalisasi.
Pancasila seharusnya dijadikan sebagai prinsip pemberadaban manusia dan bangsa Indonesia. Masalah-masalah nasional yang menentukan jalannya sejarah bangsa Indonesia sepatutnya dipertanyakan dan direfleksikan dalam kerangka Pancasila, terutama sila kedua ini.
Oleh karena itu, kita sebagai penerus bangsa harus menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Pancasila dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, agar masa depan bangsa Indonesia bisa  tercapai dengan apa yang dicita-citakan bersama.
                Sekian, Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa pendapat anda ?

About

mari berbagi